Trending Post...

Thursday, November 13, 2008

Dokter Gigi Keluarga, Sebuah Tantangan Masa Depan


Pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang selama ini berjalan di Indonesia sebagian besar masih berada dalam tataran penanganan aspek kuratif. Pasien yang datang pada layanan kesehatan gigi pada umumnya disebabkan oleh keadaan gigi yang memerlukan adanya sebuah tindakan medik dental seperti tindakan penumpatan/penambalan, pencabutan dan tindakan kuratif lainnya.

Seperti diketahui bahwa seorang dokter gigi dituntut tidak hanya mampu untuk merencanakan sebuah perawatan dari aspek kuratif saja melainkan juga mampu untuk merencanakan sebuah perencanaan terstruktur mulai dari segi preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Bahkan di negara maju aspek yang ditonjolkan dalam hubungannya dengan pelayanan medik dental adalah dari segi preventif, sebab dengan adanya upaya preventif yang baik maka kecenderungan untuk dilakukan upaya kuratif maupun rehabilitatif dapat diminimalisir.

Upaya preventif di sini mencakup upaya promotif tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut agar jangan sampai harus dilakukan suatu perawatan kuratif atau bahkan rehabilitatif. Upaya preventif yang selama ini dijalankan tampaknya masih dilakukan setengah hati sehingga hasilnyapun belum dapat dikatakan memuaskan, lalu mengapa upaya yang sangat positif tersebut terasa belum membuahkan hasil?

Mari kita lihat pemerintah sebagai pihak yang memiliki otoritas untuk terlaksananya sebuah program, pendekatan yang selama ini dilakukan terkesan seadanya dan belum menyentuh esensi dari program preventif yang sesungguhnya yaitu sebuah usaha terpadu dari pemerintah sebagai pemrakarsa dan doktergigi sebagai pelaksana teknis di lapangan serta masyarakat sebagai komponen yang dapat dikatakan vital dalam usaha menuju budaya preventif dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Hal yang paling dapat dilihat adalah bahwa selama ini konsep yang dijalankan masih berada dalam konsep ”Sakit”, artinya bahwa keberadaan seorang dokter gigi cenderung berperan sebagai penjaga gawang dari pasien-pasien dengan berbagai masalah yang timbul di dalam rongga mulutnya. Ternyata hal tersebut sebagian besar diakibatkan oleh ketidaktahuan atau yang lebih mengkhawatirkan adalah kekurangpedulian seorang pasien terhadap kesehatannya sendiri. Tentu dalam hal ini dapat dengan mudah disimpulkan bahwa masyarakatlah yang salah karena ketidakpedulian mereka tentang pentingnya kesehatan rongga mulut. Namun demikian tentu saja seorang doktergigi dan pemerintah juga turut andil dalam terciptanya ”kekurangpedulian” tersebut. Dalam hal ini doktergigi dengan kompetensi yang dimilikinya harus mampu untuk bertindak sebagai seorang perencana yang baik dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut masyarakat dan termasuk di dalamnya adalah peran pemerintah yang terkesan seadanya dalam menyelenggarakan program yang sudah terbukti sukses di berbagai negara tersebut.

Dari uraian di atas memang terkesan sangat sulit apabila hanya doktergigi sendiri yang harus berperan menjaga kesehatan gigi dan mulut, di sinilah peran pemerintah dibutuhkan untuk membuat formula yang tepat tentang bagaimana sebaiknya seorang doktergigi dengan kompetensi yang dimilikinya mampu untuk ikut serta dalam upaya menjaga kesehatan gigi dan mulut masyarakat.

Konsep doktergigi keluarga tampaknya merupakan suatu solusi yang cukup cepat dan tepat dalam upaya terciptanya suatu kondisi kesehatan gigi dan mulut yang baik dalam masyarakat. Konsep doktergigi keluarga adalah suatu konsep yang berdasar pada konsep ”Sehat”, dalam hal ini adalah bagaimana masyarakat nantinya dapat menganut konsep ”Sehat” dan tidak menunggu untuk menjadi sakit sebelum akhirnya memutuskan untuk mencari layanan kesehatan.

Dokter gigi sebagai dokter gigi keluarga akan menghadapi tantangan untuk mewujudkan budaya sehat di lingkungan masyarakat di mana dirinya bertugas. Dengan dukungan kesadaran dari masyarakat yang terwujud diantaranya dengan partisipasi dalam bentuk semacam ”Iuran Jaminan Kesehatan”, maka seorang dokter gigi akan berupaya untuk ”memelihara” kesehatan gigi dan mulut masyarakat dalam arti yang lebih luas. Maksudnya adalah peran seorang doktergigi tidak lagi hanya terbatas pada bagaimana dia akan menambal, mencabut, atau apapun tindakan yang dilakukan, akan tetapi lambat laun akan beralih pada upaya promotif preventif .

Tidak dapat dipungkiri biaya perawatan kesehatan gigi dan mulut memang relatif mahal jika dibandingkan perawatan kesehatan umum, oleh sebab itu maka harus dimulai suatu sistem penyelenggaraan kesehatan yang memiliki tendensi lebih murah dan tidak terkesan memberatkan. Mari sedikit berandai-andai, jika seorang doktergigi bertugas di suatu daerah dengan populasi sejumlah tertentu, kemudian dilakukan perhitungan dan didapat suatu angka iur sebesar tertentu pula yang dirasakan tidak memberatkan. Seluruh populasi tersebut kemudian diwajibkan mengiur kepada pihak penyelenggara yang ditunjuk pemerintah. Hasil dari iuran masyarakat tersebut adalah sebagai jaminan bahwa dirinya akan mendapatkan pelayanan yang memadai dari doktergigi dengan ”tanpa biaya” karena sebelumnya sudah mengiur kepada pihak penyelenggara.

Dengan sejumlah uang yang dikumpulkan dari masyarakat itu seorang doktergigi dapat merancang sebuah desain penyelenggaraan kesehatan gigi dan mulut secara menyeluruh mulai dari promotif, preventif dan kuratif. Tindakan promotif dan preventif yang dilakukan hendaknya melalui sebuah proses penelitian sederhana pada masyarakat yang notabene adalah ”obyek” kerjanya. Dalam hal ini seorang doktergigi dituntut mampu untuk memahami segala sesuatu mengenai masyarakat di mana dia ditugaskan bahkan hal sekecil apapun yang sekiranya berhubungan dengan sukses tidaknya desain promotif yang kelak akan dilakukan. Perlu dipahami bahwa kepekaan terhadap masyarakat seperti kebiasaan makan, minum, adat istiadat atau apapun yang terlihat sepele akan dengan sendirinya menuntun seorang doktergigi dalam merencanakan desain promotif dan preventif yang sesuai dengan masyarakat tempat dirinya bekerja. D_ms

No comments: