Trending Post...

Tuesday, June 23, 2009

Listen to Me Doc, Please....


Komunikasi adalah hal mendasar seperti makan dan istirahat, dengan komunikasi maka keburukan menjadi kebaikan dan kebaikan menjadi kemuliaan. Namun sayang anugerah Tuhan ini sering tidak digunakan atau disalahgunakan, sebenarnya apa yang salah dengan komunikasi di dunia kedokteran?? Seorang anggota Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dr. Khie Chen mengatakan bahwa:

"Dalam hal sengketa medik yang sering terjadi adalah adanya kesenjangan persepsi antara dokter dan pasien. Pasien dan keluarga merasa kurang puas dengan pengobatan yang dilakukan, sedangkan dokter dan rumah sakit merasa sudah melakukan pengobatan secara optimal," (www.gizi.net)

Pernyataan tersebut jelas menunjukkan bahwa porsi komunikasi dalam setiap kasus "malpraktek" sangat signifikan, mengapa saya beri tanda (".") ? karena memang tidak dapat dipungkiri bahwa ada sebagian kasus yang diakibatkan oleh faktor penyedia layanan kesehatan yang termasuk di dalamnya adalah dokter. Kemudian apa yang harus dilakukan terkait dengan masalah hambatan komunikasi ini?

Banyak yang harus dilakukan, diantaranya adalah merubah beberapa mindset yang sudah sedemikian lama tertanam di benak dokter, sebagai pihak yang memiliki "ILMU" maka sudah sewajarnya seorang dokter melakukan autoevaluasi dalam setiap tindakannya terhadap pasien. mindset yang pertama adalah konsep hubungan dokter-pasien yang diarahkan menuju hubungan Partnership atau kemitraan, benar bahwa dokter memiliki tugas dan kewenangan official sebagai pihak yang berkewajiban untuk menyembuhkan pasien. Namun perlu diingat bahwa pasien sebagai mitra perlu dilibatkan dalam menghadapi "musuh" bersama yaitu penyakit. wujud kemitraan seperti yang dicontohkan oleh dr. chen misalnya adalah hak pasien untuk mendapatkan second opinion, sebagai mitra maka dokter tidak perlu merasa malu atau gengsi untuk bertanya dari sejawatnya.

Yang selanjutnya adalah munculnya suatu kesadaran dokter untuk memahami betul bahwa kerja di profesi mulia ini sangat amat berat, saya jadi ingat ketika saya pernah berdiskusi dengan dosen tentang kejadian dimana saat itu saya sangat kesulitan melakukan pencabutan gigi belakang atas, saya bertanya kepada beliau "dok, kenapa ya kok susah banget padahal saya kemaren barusan aja nyabut gigi pada posisi yang sama???" beliau dengan enteng menjawab "Dek, saya udah nyabut ribuan gigi dan kesimpulan saya hanya satu yaitu kalo kita mencabut 1 juta gigi maka variasi kesulitannya juga 1 juta"
dari pengalaman tersebut maka hendaknya kita menyadari bahwa dokter bekerja dengan memadukan informasi (Px subyektif, obyektif, penunjang) kemudian menganalisis dan memberikan terapi yang paling mendekati jenis penyakit yang dicurigai (yang sebelumnya mungkin ada begitu banyak Differential diagnosis). Bayangkan jika apa yang kita lakukan tersebut tidak diKOMUNIKASIKAN dengan pasien sementara pasien memiliki ekspektasi yang sangat tinggi maka jika terjadi penyimpangan sesedikit apapun maka pasien merasa sangat dirugikan.

Kalo mau jujur, sebenarnya siapa diri kita ini jika dengan arogan bertindak tanpa memberikan informasi, kita seorang dokter, mitra sehat pasien bukan DUKUN bukan pula paranormal apalagi DEWA (maaf untuk dokter dewa SP.PD bukan bermaksud apa-apa, hanya redaksional hehehe....-red)

Akhirnya semoga kita semakin mampu menjadi dokter yangberkualitas dan mampu menjalin kemitraan dengan pasien dengan komunikasi yang baik. (D_mS







Saturday, June 13, 2009

Class II Laser Preparation

Penggunaan laser dalam dunia kedokteran gigi sudah bukan barang baru lagi, berikut adalah salah satu contoh penggunaan laser dalam preparasi kavitas klas II, tunggu ulasannya dalam waktu dekat ya.....

Saturday, June 6, 2009

Class IV esthetic restoration...

Buat rekan-rekan semua, restorasi klas IV tidak harus dengan teknik yang di awang-awang, cukup mirip kok sama yang biasa kita kerjakan, bikin bevelnya pake dipensilin dulu lagi...baru tau hehe..., tapi boleh juga sih...please enjoy it...